Seorang pemikir kritis adalah pemikir yang adil sejak dalam pikiran. Di video kali ini, kita akan berkenalan dengan kesalahan berpikir yang menghasilkan kesimpulan yang lemah atau bahkan menyesatkan. Salah satu jenisnya yaitu “salah fokus”.
Untuk memperdalam pembahasan yang ada di video ini, kamu bisa mengunduh diktatnya secara gratis di bawah ini.

00:01 | Selamat datang kembali di Latih Logika, seri kursus online gratis tentang berpikir kritis! Saya Iqbal yang akan memandu video ketujuh ini. Dari video yang lalu, kita jadi tahu kapan kita bisa mengutip tokoh atau pakar untuk memperkuat argumen. Dan kapan tidak. Kali ini, kita akan membahas argumen sebab-akibat. Pernah dong mendengar pepatah seperti “rajin pangkal pandai”, atau “hemat pangkal kaya”? |
00:24 | Itu adalah contoh argumen sebab-akibat. Dalam argumen sebab-akibat, paling tidak ada dua premis, yaitu Premis A dan Premis B. Satu premis adalah sebab, premis yang lain adalah akibat. Contohnya, “Indra selalu berolahraga setiap hari. Ia tidak pernah absen karena sakit. Jadi, rutin berolahraga membuat kita tidak mudah sakit.”
“Indra selalu berolahraga setiap hari,” adalah premis A. “Indra tidak pernah absen karena sakit,” adalah premis B. Kesimpulannya, “Rutin berolahraga membuat kita tidak mudah sakit,” atau “A menyebabkan B”. |
01:01 | Jika sudah ada premis penyebab, premis akibat, dan kesimpulan seperti ini, maka argumen kita dapat dikatakan lengkap. Agar argumen kita tidak hanya lengkap namun juga meyakinkan, kita harus mengikuti langkah-langkah berikut.
Pertama, hubungan sebab-akibat biasanya ditandai dengan korelasi antara dua hal. Misalnya, “rajin berolahraga” dan “tidak gampang sakit”. Namun, korelasi belum tentu menunjukkan hubungan sebab-akibat. Apa itu korelasi? A dan B disebut memiliki korelasi saat kita menemukan bahwa jika A maka ada B. Atau jika ada B maka ada A. Dan ini cukup sering terjadi. |
01:41 | Misalnya, kita melihat bahwa orang-orang hampir selalu makan fast food sambil minum minuman ringan. Maka, kita dapat mengatakan bahwa “fast food” dan “minuman ringan” memiliki korelasi antara satu sama lain. Tetapi, minuman ringan tidak menyebabkan orang membeli fast food, atau sebaliknya. Ternyata, sebagian besar restoran fast food menjual makanannya sepaket dengan minuman ringan. Kesimpulannya, hanya karena A dan B sering hadir bersamaan, kita tidak bisa langsung menilai mereka memiliki hubungan sebab-akibat. |
02:17 | Kedua, pertimbangkan penjelasan tandingan. Setiap kali menduga bahwa A dan B memiliki hubungan sebab-akibat, tanyakan pada diri sendiri: “Apakah ada penjelasan lain dari korelasi antara A dan B?”
Setidaknya, ada tiga kemungkinan penjelasan tandingan. Satu, kebetulan. Contohnya, Tati berkata, “Setiap tanggal 13, saya pasti mengalami hal buruk. Karena itu, tanggal 13 adalah tanggal yang sial.” Jika Tati betul-betul selalu mengalami hal tersebut, maka ia dapat mengatakan ada korelasi antara tanggal 13 dan kesialan. Tapi, kita sulit membayangkan hubungan logis antara tanggal dan keberuntungan seseorang. Karena itu, argumen sebab-akibat di atas tidak sahih. |
03:02 | Kedua, hubungan sebab-akibat yang terbalik. Dalam kasus ini, bukan A yang menyebabkan B, tetapi B menyebabkan A. Misalnya, kita berpikir, “menonton film aksi membuat orang terbiasa dengan kekerasan.”
Padahal mungkin saja berlaku sebaliknya: orang yang sudah terbiasa melihat kekerasan bisa jadi cenderung suka film aksi. |
03:25 | Terakhir, adanya faktor ketiga.
Terkadang, kita terlalu sibuk memikirkan apakah A menyebabkan B atau sebaliknya. Lalu, kita lupa bahwa mungkin ada faktor ketiga yang mempengaruhi keduanya. Inilah yang terjadi pada korelasi antara fast food dan minuman ringan. Ada faktor ketiga yang tersembunyi, yaitu paket yang ditawarkan restoran. Setelah yakin bahwa A dan B memiliki hubungan sebab-akibat, langkah berikutnya adalah menjelaskan bagaimana A dapat menyebabkan B. |
03:57 | Perhatikan contoh ini:
“Anak-anak sering mengeluh sakit gigi. Anak-anak cenderung banyak mengonsumsi gula. Jadi, konsumsi gula dalam jumlah tinggi menyebabkan sakit gigi pada anak-anak.” Argumen ini kurang meyakinkan, karena kita tidak menjelaskan alasan gula menyebabkan sakit gigi. Coba bandingkan dengan: “Anak-anak sering mengeluh sakit gigi. Anak-anak cenderung banyak mengonsumsi gula. Sisa-sisa gula memang mengundang bakteri pembusuk yang dapat merusak gigi. Apalagi, anak-anak sering kurang disiplin menyikat gigi. Jadi, wajar jika terlalu banyak gula menyebabkan anak-anak sakit gigi.” |
04:33 | Melengkapi penjelasan seperti ini dapat berguna ketika kita bingung menentukan apakah A menyebabkan B atau B menyebabkan A.
Contohnya, kita mengamati bahwa kegiatan meditasi memiliki korelasi dengan tenang tidaknya seseorang. Tapi, kita tidak yakin mana penyebab, mana akibat |
04:53 | Untuk menentukan mana sebab dan mana akibat, mari bandingkan kedua argumen berikut:
Pertama, “Orang yang suka bermeditasi biasanya cenderung tenang. Dalam meditasi, kita berlatih mengatur napas dan emosi. Jadi, meditasi membuat kita jadi lebih tenang.” Kedua, “Orang yang suka bermeditasi biasanya cenderung tenang. Orang yang tenang biasanya menyukai suasana yang tidak ramai atau hening. Karena itu, orang yang tenang cenderung senang bermeditasi.” |
05:22 | Perhatikan: argumen pertama menjelaskan bagaimana meditasi berdampak pada ketenangan. Sementara dalam argumen kedua ada asumsi bahwa semua orang yang tenang tidak suka keramaian.
Kalau kita lihat video sebelumnya, asumsi dalam argumen kedua adalah contoh generalisasi yang lemah. Karena itu, argumen pertama bahwa meditasi membuat orang jadi tenang terasa lebih meyakinkan. |
05:46 | Nah, setelah kita lakukan semua langkah di atas, langkah terakhir adalah mewaspadai kompleksitas atau kerumitan.
Terkadang, A bukan hanya disebabkan oleh B, tetapi juga oleh C, D, dan E. Pada kasus seperti ini, kita tidak salah jika mengatakan bahwa B menyebabkan A. Tetapi, kita juga tidak sepenuhnya benar. |
06:08 | Misalnya, kita berkata bahwa gula menyebabkan kegemukan. Namun, kegemukan juga bisa disebabkan oleh kurangnya aktivitas fisik, masalah kesehatan mental, bahkan faktor genetis. Ada juga orang yang sangat suka makan makanan manis, tetapi tubuhnya tetap kurus.
Jadi, kita harus berhati-hati ketika membicarakan hal yang kompleks. Kita bisa keliru, atau membuat orang lain keliru. |
06:34 | Nah, itu tadi langkah-langkah membuat argumen sebab-akibat yang meyakinkan.
Langkah-langkah tersebut juga bisa membantu kita memeriksa argumen sebab-akibat yang kita jumpai sehari-hari. Misalnya, agar kita tidak terjebak iklan yang meminta kita membeli produk mereka agar dapat mencapai hasil tertentu. Terima kasih telah menyimak video ini! Berikutnya, kita akan mempelajari argumen deduktif. Klik “lanjut” untuk terus belajar. |